Keprotokolan, Protokoler dan Mahasiswa

Novia Kardiyanti (KPM 2011)

Protokoler dan Mahasiswa merupakan dua peran yang berbeda. Seperti yang kita ketahui, tugas seorang protokoler tidaklah mudah, butuh dedikasi dan komitmen yang tinggi dalam menjalani setiap tugasnya. Tuntutan kerja yang tinggi sangat melekat dengan keseharian seorang protokoler. Demikian pula dengan mahasiswa, persaingan yang tinggi di dunia pendidikan menuntut seorang mahasiswa untuk fokus dalam menggali ilmu dan pengetahuan, meraih prestasi sebanyak dan setinggi mungkin agar mampu bersaing dengan dunia luar. Sebuah tantangan tersendiri ketika seseorang memegang dua peran ini sekaligus. Mahasiswa dan Protokoler.

Lembaga-lembaga tinggi sarat akan aktivitas-aktivitas dan kegiatan yang sifatnya resmi dan dihadiri oleh petinggi-petinggi dalam lembaga tersebut. Demikian pula denngan lembaga pendidikan, banyak sekali acara dan kegiatan lembaga yang harus mendatangkan pimpinan-pimpinan, baik pimpinan dari dalam maupun dari luar lembaga yang tentunya memiliki relasi khusus dengan lembaga dalam acara tersebut. Oleh karena itu, harus ada tim professional yang mampu mengelola acara tersebut. Pengetahuan keprotokolan menjadi amat penting dalam memenuhi kepuasan semua pihak sehingga tidak aneh lagi jika dalam melaksanakan tugasnya protokoler mempunyai peran yang dominan.

Pada kesehariannya aktivitas keprotokolan sangatlah diperlukan khususnya dalam hal pengelolaan dan pengaturan acara atau kegiatan secara professional. Dengan adanya keprotokolan acara dapat berlangsung dengan lebih tertib dan teratur. Kemampuan yang baik dari para protokoler dalam mengelola dan mengatur berlangsungnya aktivitas, kegiatan maupun acara kelembagaan sangatlah penting. Seorang protokoler dituntut untuk terampil, tanggap, dan professional dalam menyelenggarakan sebuah acara. Mereka pun harus mampu berkoordinasi dengan semua pihak yang mendukung acara sehingga acara dapat berjalan dengan lancar, tertib, aman, dan nyaman. Pada akhirnya, berhasil atau tidaknya suatu acara seringkali bergantung pada bagaimana protokoler mengatur dan mengelola acara. Untuk itu, pemahaman mengenai hal-hal berkaitan dengan keprotokolan sangat diperlukan khususnya mengenai keprotokolan di Indonesia.

Pada mulanya istilah protokol berarti halaman pertama yang dilekatkan pada sebuah manuskrip atau naskah. Seiring dengan perkembangan zaman, pengertian tersebut kemudian berkembang semakin luas, tidak hanya sekadar halaman pertama dari suatu naskah melainkan keselurahan naskah yang isinya terdiri dari catatan, dokumen persetujuan, perjanjian dan hal lainnya dalam lingkup nasional maupun internasional.

Selanjutnya istilah tersebut mengalami perkembangan lebih luas menjadi kebiasan-kebiasan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan formalitas, tata urutan dan etiket diplomatik. Aturan-aturan protokoler ini kemudian menjadi acuan institusi pemerintahan dan berlaku secara universal.

Perihal mengenai keprotokolan ditujukan pada keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan dan pada hal-hal yang mengatur seluruh manusia yang terlibat dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Suatu kegiatan apapun pada dasarnya merupakan pelaksanaan dan hasil kerja dari proses dan tahapan-tahapan yang telah dilakukan sebelumnya. Tahapan-tahapan tersebut diperlukan untuk menunjang suksenya keseluruhan acara.

Kata Protokol sendiri berasal dari Bahasa Yunani “Protos” berarti yang pertama dan “Kolla” yang artinya lem atau perekat. Kemudian kata protocol ini diartikan sebagai lembaran perintah atau keputusan raja kepada rakyatnya. Kata Protokol dibawa ke Indonesia oleh Belanda dan diterjemahkan dalam Bahasa Inggris.

Menurut Encyclopedia Britannica 1962, “Protocoler is a body of ceremonial rules to be observed in all written or personal official intercourse between the heads of different states or their ministers, it lays down the styles and titles of states or their ministers and indicates the forms and customary courtesies to be observed in all international acts

(Protokol adalah serangkaian aturan-aturan ke-upacara-an dalam segala kegiatan resmi yang diatur secara tertulis maupun dipraktekan, yang meliputi bentuk-bentuk penghargaan terhadap jabatan kepala Negara atau jabatan menteri yang lazim dijumpai dalam seluruh kegiatan antar bangsa)

Menurut kamus Oxford, “Protocol is the code of ceremonial forms or courtesies used in official dealings, as between heads of state or diplomats.”

Buku The Complete handbook of diplomatic and social usage (panduan lengkap penggunaan dalam dunia diplomatic dan sosial) menyebutkan definisi protokol sebagai berikut:

Protocol is the set of rules prescribing good manners in official life and ceremonies involving government and nations and their representatives

(Seperangkat aturan tentang prilaku dalam tata kehidupan resmi dalam upacara yang melibatkan pemerintah serta wakil-wakilnya)

Protocol est le code de la politiesse international (protocol adalah suatu pedoman tata cara internasional). Pengertian tersebut kemudian berkembang sehingga protokoler ini dapat diartikan sebagai tata cara untuk menyelenggarakan suatu acara agar berjalan tertib, khidmat, rapi, lancar dan teratur serta memperhatikan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional.

Sedangkan dalam Wikipedia ensiklopedia bebas menyebutkan bahwa Protokoler etiket berdiplomasi dan urusan negara. Sebuah protokol adalah sebuah aturan yang membimbing bagaimana sebuah aktivitas selayaknya dijalankan terutama dalam bidang diplomasi. Dalam bidang diplomatik dan pemerintahan protokol usaha seringkali garis pembimbing yang tak tertulis. Protokol membahas kebiasaan yang layak dan diterima-umum dalam masalah negara dan diplomasi, seperti menunjukkan rasa hormat kepada kepala negara, diplomat utama dalam urutan kronologikal dalam pengadilan, dan lain-lain.

Keberadaan protokoler sendiri diperlukan oleh karena adanya kebutuhan di dalam kehidupan masyarakat, demikian juga halnya dalam hubungan antarnegara dan antarbangsa, diperlukan peratur­an yang berlandaskan pada kesopanan dan kesantunan yang berdasarkan atas pengertian yang fundamen­tal mengenai give and take. Seperti diketahui bahwa Kongres Per­damaian Westphalia pada tahun 1642 yang mengakhiri Perang 30 tahun merupakan suatu Konperensi Internasional pertama yang mengacu ke arah diplomasi modern. Pertemuan ini dihadiri oleh para wakil dari negara-negara Austria, Perancis clan Swedia serta bebe­rapa negara lainnya. Pertemuan ini memakan waktu 6 tahun lamanya untuk mengakhirinya. Kongres tersebut mengambil waktu yang demikian lamanya, karena belum ada peraturan protokol yang dipergunakan sebagai pedoman. Wakil-wakil dari negara-negara besar menginginkan tempat yang terhormat dari negara-negara yang kecil. Siapa yang berkedudukan lebih tinggi dan bagaimana urutannya menimbulkan persoalan.

Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Protokol tanggal 7-9 Maret 2004 di Jakarta telah disepakati suatu pengertian keprotokolan yakni ”Norma-norma atau aturan-aturan atau kebiasaan yang dianut atau diyakini dalam kehidupan bernegara, berbangsa, pemerintah dan masyarakat.”

Untuk keprotokolan di Indonesia sendiri dahulu di atur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987, namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan masa kini sehingga pada tahun 2010 mengalami pergantian menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2010 mengenai keprotokolan.

Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat

Sedangkan yang disebut dengan Acara Kenegaraan adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara dan undangan lain. Sedangkan, Acara Resmi adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat pemerintahan serta undangan lain.

Dalam Undang-Undang sendiri dikenal tiga tata aturan keprotokolan yakni Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan. Tata Tempat adalah pengaturan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. Sedangkan, Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional,dan Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.

Dalam keprotokoleran negara Republik Indonesia sendiri terdapat asas-asas yang mengatur keprotokolan yang harus dijunjung dan diterapkan oleh setiap pelaksana protokol atau protokoler yakni asas kebangsaan, asas ketertiban dan kepastian hukum, asas keseimbangan, kesesuaian dan keselarasan, dan asas timbal balik.

  1. Asas Kebangsaan

Yang dimaksud dengan “kebangsaan” adalah keprotokolan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.2.

2. Asas ketertiban dan kepastian hukum

Dalam hal ini yang dimaksud dengan “ketertiban dan kepastian hokum” adalah keprotokolan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui adanya kepastian hukum.

3. Asas keseimbangan, kesesuaian dan keselarasan

Dalam hal ini yang dimaksud dengan “keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah keprotokolan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara.

4.Asas Timbal balik

Pada asas keempat ini yang dimaksud dengan “timbal balik” adalah keprotokolan diberikan setimpal ataubalas jasa terhadap keprotokolan dari negara lain.

Selain asas-asas tersebut terdapat pula tujuan dari pengaturan keprotokoleran itu sendiri antara lain:

  1. Memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan Negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat;
  2. Memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional; dan
  3. Menciptaknn hubungan baik dalam tata pergaulan antarbangsa

Disamping asas-asas yang mengatur keprotokolan serta tujuan adanya keprotokolan, secara kontekstual keprotokolan negara terdiri atas kenegaraan, kebangsaan, pergaulan dan acara. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Kenegaraan; Seperti yang tercantum dalam buku pedoman protokol Negara 2005 dari encyclopedia britanica 18962 bahwa kenegaraan meliputi norma yang mengatur terciptanya hubungan baik di dalam bangsa itu sendiri maupun dengan bangsa dan Negara lain, scope dari kenegaraan ini adalah kunjungan tamu Negara, kunjungan kepala Negara RI keluar negeri.

Kebangsaan; Pengaturan dilakukan selaras dengan kedudukannya sebagai lambang kedaulatan meningkatkan jiwa dan semangat kebangsaan. Kebangsaan ini meliputi presean, kunjungan pejabat RI dan tamu asing ke daerah serta penghormatan jenazah dengan menggunakan bendera kebangsaan.

Pergaulan; seperangkat peraturan tentang perilaku dalam tata pergaulan resmi dan dalam kegiatan resmi yang melibatkan pemerintah Negara serta wakil-wakilnya.

Acara; pengaturan kegiatan yang bersifat resmi termasuk pemberian penghormatan dan pelayanan kepada seseorang sesuai dengan jabatan atau kedudukannya.

Kegiatan keprotokolan termasuk ke dalam kegiatan yang terrencana, terstruktur, teratur, rapi dan terorganisir. Adapun jenis kegiatan keprotokolan terbagi menjadi dua yakni kegiatan yang sifatnya umum atau kenegaraan dan kegiatan yang berkaitan dengan lembaga perguruan tinggi.

Jenis kegiatan yang sifatnya umum misalnya, upacara pelantikan dan serah terima jabatan, upacara penandatanganan naskah kerja sama, upacara sumpah pegawai, peresmian gedung baru, seminar, simposium, diskusi dan lain sebagainya. Kegiatan seperti ini juga berlaku di instansi-instansi dan universitas atau lembaga pendidikan. Namun secara lebih spesifik, kegiatan yang ada di perguruan tinggi antara lain: upacara dies natalis, upacara wisuda, upacara pengukuhan guru besar, upacara kenaikan pangkat doktor dan lain-lain.

Aktivitas keprotokolan sendiri secara lebih luas terdiri dari lima hal yakni tata ruang, tata upacara, tata tempat, tata busana, dan tata warkat. Terhadap lima hal tersebut terdapat aturan-aturan yang perlu diperhatikan. Untuk memasuki dunia protokoler, pemahaman dan penerapan atas aturan-aturan tersebut sangatlah penting. Adapun penjelasan mengenai aturan-aturan tersebut antara lain:

I. Tata Ruang,

Tata ruang adalah pengaturan ruang atau tempat yang akan dipergunakan sebagai tempat aktivitas. Ruang harus dipersiapkan sesuai dengan ketentuan, tergantung dari jenis aktivitas.

a. Perangkat keras, adalah berbagai macam perlengkapan yang diperlukan untuk maksud suatu kegiatan berupa meja, kursi/sofa, sound system/ public address, dekorasi, permadani, bendera, taman dan lain sebagainya

b. Perangkat lunak, antara lain personil yang terlibat dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan seperti, penerima tamu, pemandu acara, petugas keamanan, petugas konsumsi dan sebagainya.

Dalam prakteknya, protokoler harus memerhatikan segala sesuatunya dengan sangat detail, misalnya dalam tata ruang ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Ruang harus sesuai dengan kebutuhan (jumlah kursi dan meja)

2. Papan nama petunjuk yang diperlukan

3. Tata suara yang memadai, disesuaikan dengan tata ruang dan tempat

4. Tata lampu yang mencukupi kebutuhan.

II. Tata Upacara

Tata upacara adalah tata urutan kegiatan, yaitu bagaimana suatu acara harus disusun sesuai dengan jenis aktivitasnya. Untuk keperluan tersebut harus diperhatikan:

1. jenis kegiatan;

2. bahasa pengantar yang dipergunakan;

3. materi aktivitas.

Dalam tata upacara, harus lah direncanakan siapa yang akan terlibat dalam kegiatan upacara, personil penyelenggara dan alat penunjang lain. Untuk pengisi acara misalnya dalam memberikan sambutan haruslah diperhatikan jenjang jabatan mereka yang akan memberikan sambutan. Juga yang tak kalah penting adalah memastikan kesediaan pembicara atau pemberi sambutan tersebut dengan menghubunginya beberapa waktu sebelum acara. Untuk kelancaran suatu “upacara” diperlukan pula seorang “stage manajer” yang bertugas menjadi penghubung antara pembawa acara dan pelaksana upacara.

III. Tata Tempat (Preseance)

Kata preseance berasal dari bahasa Perancis atau dalam bahasa Inggris precende yang artinya urutan. Yang dimaksudkan di sini adalah urutan berdasarkan prioritas, atau siapa yang lebih dulu. Secara keseluruhan, dapat diartikan preseance adalah ketentuan atau norma yang berlaku dalam hal tata duduk para pejabat, yang biasanya didasarkan atas kedudukan ketatanegaraan dari pejabat yang bersangkutan, kedudukan administratif/struktural dan kedudukan sosial. Tata urutan tem’pat duduk di Indonesia diatur dengan Keputusan Presiden nomor 265 tahun 1968.

Adapun dalam aturannya, terdapat pihak-pihak yang berhak didahulukan dalam preseance antara lain:

1) Golongan Very Important Person (VIP), pihak yang didahulukan karena jabarannya atau kedudukannya.

2) Golongan Very Important Citizen (VIC), pihak yang didahulukan karena derajatya, misalnya bangsawan dan sebagainnya.

Pedoman dalam Preseance:

1. Aturan Dasar Preseance

a. Orang yang dianggap paling utama atau tertinggi mempunyai urutan paling depan atau mendahului,

b. Jika orang-orang dalam posisi duduk atau berdiri berjajar, yang paling penting adalah mereka yang berdiri di sebelah kanan.

2. Aturan Umum Tata Tempat

a. Jika duduknya menghadap meja, yang dianggap sebagai tempat pertama adalah yang menghadap pintu keluar sedangkan untuk yang duduk di dekat pintu dianggap sebagai tempat paling terakhir.

b. Dalam pengaturan tempat suatu jajaran (dari sisi ke sisi), yakni jika orang-orang tersebut berjajar pada garis yang sama maka tempat sebelah kanan di luar atau tempat yang paling tengah adalah yang utama.

3. Aturan Tempat Duduk

Urutan tempat duduk diatur menurut aturan sebagai berikut:

a. Yang didahulukan adalah tempat duduk yang paling tinggi

b. Berikutnya diatur secara berurutan berdasarkan letak tempat sebelah yang utama, sebelah kanan merupakan urutan nomor tiga, sebelah kiri urutan nomor tiga.

4. Aturan Urutan Memasuki Kendaraan

Selanjutnya ialah tata urutan memasuki kendaraan. Untuk undangan resmi atau kenegaraan diperlukan perhatian dan penanganan khusus bahkan perencanaan yang sangat matang. Tipe kenderaan juga bahkan mempengaruhi pengaturan tersebut. Untuk pengemudi pun ia juga harus mengenal pengetahuan protokoler yang juga akan mempengaruhi penampilannya.

Ada beberapa cara bagaimana memasuki pesawat udara, kapal laut, kenderaan mobil atau kereta api yakni sebagai berikut:

a. Pesawat udara : Seseorang dengan urutan pertama akan masuk pesawat udara yang paling akhir sedangkan ketika menuruni pesawat orang yang utama tersebut akan turun lebih dahulu.

b. Kapal laut: Seseorang dengan urutan utama akan naik terlebih dahulu dan akan turun lebih dahulu pula.

c. Kendaraan mobil atau kereta: Seseorang yang paling utama baik ketika naik maupun turun kendaraan akan mendahului yang lain. Namun demikian, apabila letak kendaraan tidak dapat diatur sedemikian rupa oleh karena keadaan dan kondisi yang tidak memungkinkan, hal tersebut merupakan suatu perkecualian.

d. Untuk letak kenderaan, hendaknya dihadapkan ke kiri. Hal ini berarti arah kenderaan yang akan menuju, berada di sebelah kiri kita.

e. Seseorang yang utama duduk di tempat duduk sebelah kanan sedangkan yang berikutnya di sebelah kiri.

f. Apabila telah sampai ke tempat tujuan dan akan turun, hendaknya kendaraan dihadapkan ke sebelah kanan sehingga memudahkan orang utama untuk dapat turun terlebih dahulu.

g. Jika penumpang mobil tiga orang dan duduk di belakang, maka orang yang paling terhormat duduk disebelah kanan, orang ke dua duduk paling kiri dan orang ketiga duduk di bagian tengah.

h. Jika mobil memungkinkan untuk ditumpangi oleh lebih dari 5 atau 6 orang, karena ada tambahan bak di tengah, maka bak yang paling tengah diduduki oleh orang yang paling rendah kedudukannya, yang lebih tinggi menduduki di sebelah kanan kirinya.

IV. Tata Busana

Tata busana yang dimaksud disini ialah pakaian yang harus dikenakan pada suatu aktivitas protokoler, baik oleh para pejabat undangan ataupun pelaksana kegiatan.

Tata busana harus ditentukan dan dicantumkan pada surat undangan yang dikirimkan baik formal maupun informal.

Adapun terdapat jenis tata busana yang perlu diketahui antara lain:

  1. Pakaian Sipil Lengkap (PSL)
  2. Pakaian Sipil Harian (PSH)
  3. Pakaian Oinas Lapangan (PDL)
  4. Pakaian Dinas Harian (PDH)
  5. Pakaian Dinas Upacara I, II, II, (PDU) untuk kalangan militer.
  6. Pakaian Resmi Jabatan (untuk pejabat tertentu)
  7. Pakaian Nasional atau pakaian resmi organisasi (Dharma Wanita, Korpri)
  8. Toga (Untuk Perguruan Tinggi/lnstitut)

V. Tata Warkat

Tata Warkat merupakan pengaturan mengenai undangan yang akan dikirim untuk suatu kegiatan. Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

  1. Daftar nama tamu yang akan diundang hendaknya sudah disiapkan sesuai dengan jenis/keperluan kegiatan.
  2. Jumlah undangan harus disesuaikan dengan kapasitas tempat, kepentingan serta tujuan kegiatan yang ingin tercapai sendiri.
  3. Bentuk undangan sedapat mungkin dibakukan untuk setiap jenis kegiatan, baik mengenai format, isi dan sebagainya.
  4. Menulis nama orang yang diundang hendaknya dilakukan secara benar dan jelas baik mengenai nama, pangkat, jabatan maupun alamatnya.
  5. Dalam undangan perlu dijelaskan bahwa undangan tersebut diperuntukkan beserta istri/suami atau tidak. Tidak dibenarkan dalam undangan resmi disebutkan undangan berlaku untuk beberapa orang.
  6. 6. Mencantumkan kode undangan pada sampul undangan untuk mempermudah penempatan duduk.
  7. Mencantumkan ketentuan mengenai pakaian yang dikenakan.
  8. Menentukan batas waktu penerimaan tamu.
  9. Catatan dalam undangan agar memberitahukan kehadirannya atau ketidak hadirannya (RSVP yang merupakan singkatan: Respondez s’il vous plaiz)
  10. Undangan dikirim dalam waktu relatif tidak terlalu lama dengan waktu pelaksanaan kegiatan (seminggu sebelumnya hendaknya sudah terkirim).

Selain kelima aturan tersebut terdapat hal-hal yang harus dimiliki dalam melaksanakan kegiatan keprotokolan. Hal ini yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan, antara lain:

  • Tata cara; setiap kegiatan acara harus dilakukan secara tertib dan khidmat serta setiap perbuatan dan tindakan yang hendak dilakukan harus berdasarkan aturan dan urutan yang telah ditentukan.
  • Tata krama; yaitu etiket dalam pemberian penghormatan.
  • Aplikasi aturan-aturan; yaitu penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keprotokolan dan yang berkaitan dengan keprotokolan. Hal ini harus berlaku selaras dengan situasi dan kondisi pada saat kegiatan

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu jenis kegiatan protokol adalah protokol lembaga pendidikan. Setiap lembaga pendidikan pada umumnya memiliki kegiatan yang memerlukan keprotokolan dan dalam pelaksanaanya tak jarang sekolah maupun perguruan tinggi melibatkan peran aktif siswa dan mahasiswa mereka. Sebagai contoh, di Sekolah Menengah Atas pada umumnya terdapat unit kegiatan siswa atau yang biasa disebut dengan ekstrakulikuler, salah satunya adalah Praja Muda Karana (Pramuka). Pada pramuka ini terdapat bagian yang dinamakan unit dan saka. Salah satu unit yang ada pada pramuka yakni unit protokoler. Unit protokoler inilah yang kemudian sering kali dilibatkan baik dalam kegiatan sekolah maupun kegiatan kepramukaan di tingkat cabang. Demikian pula dengan mahasiswa, dewasa ini mahasiswa mulai dilibatkan dalam aktivitas dan kegiatan yang diadakan di perguruan tinggi.

Mahasiswa sendiri dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Pengertian Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi ( yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan diharapkan menjadi calon-calon intelektual.

Pada implementasinya pengertian mahasiswa memiliki arti yang jauh lebih luas dari sekadar fungsi administratif mereka sebagai seorang pelajar pada perguruan tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh bung Karno “Berikanlah aku lima pemuda, niscaya aku akan merubah dunia.” Beliau mengungkapkan betapa besarnya kekuatan yang dimiliki oleh pemuda yang pada saat itu, mereka berperan dalam menentang segala bentuk penjajahan yang menyengsarakan rakyat. Hal ini menunjukkan peran pema agen perubahan. Sikap seperti inilah yang juga harus diilhami oleh pemuda di zaman sekarang.

Sebagai generasi penerus yang berpendidikan mahasiswa memegang sebuah amanah besar dipundaknya. Hal ini berkaitan dengan ekspektasi masyarakat pada sosok mahasiswa. Sebagai mahasiswa berbagai macam lebel pun disandangnya. Mahasiswa dipandang sebagai Direct Of Change, mahasiswa dengan jumlah sumber daya-nya yang banyak dipandang mampu melakukan perubahan secara langsung. Dalam hal ini tentunya perubahan yang membawa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa dianggap mampu menjawab keinginan masyarakat atas perubahan.

Masih berkaitan pula dengan perubahan, mahasiswa dianggap sebagai Agent Of Change, dalam hal ini manusia sebagai masing-masing individu harus mampu untuk menjadi tonggak perubahan, segala hal yang dilakukannya harus berbasis pada kegiatan positif yang menghasilkan perubahan ke arah kemajuan bangsa. Setiap individu memiliki beban moral yang sama dalam hal pencapaian suatu perubahan yang diinginkan masyarakat.

Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah peran mahasiswa sebagai Iron Stock, mahasiswa diharapkan menjadi sosok tangguh yang memiliki kemampuan dan moralitas yang baik sebagai generasi penerus bangsa yang nantinya sudah barang tentu akan menggantikan generasi sebelumnya. Dalam hal ini, mahasiswa juga merupakan aset, cadangan, dan tonggak harapan bangsa di masa depan. Untuk itu, mahasiswa perlu menjadi sosok yang mampu diandalkan oleh bangsa ini, sosok yang terpercaya dengan disertai kemampuan yang memadai menjadi ujung tonggak harapan masyarakat.

Berkaitan pula dengan mahasiswa sebagai generasi penerus masa depan, mahasiswa pun dianggap sebagai Moral Force, dalam hal ini mahasiswa dituntut untuk menjadi sosok bermoral baik yang kelak dapat menjadi panutan masyarakat. Dengan demikian sikap dan prilaku mahasiswa akan sangat menjadi perhatian masyarakat karena pada hakekatnya sikap dan prilaku yang ditunjukkan oleh mahasiswa tersebut merupakan representasi atau wujud konkret dari pendidikan yang selama ini mereka dapatkan hingga membentuk satu pola pikir tertentu yang sangat mempengaruhi pola prilaku mereka.

Terdapat satu hal yang sejak dahulu hingga saat ini terlihat sebagai salah satu hal yang menonjol dari mahasiswa dan juga berkaitan dengan peran dan fungsi mahasiswa sendiri sebagai komunikator politik, yakni mahasiswa sebagai Social Control, mahasiswa sebagai sosok yang dengan intelektualitasnya dituntut mampu menjadi pengontrol kehidupan sosial yang ada di masyarakat dan mampu melakukan tindakan real terhadap hal-hal yang terjadi pada masyarakat.

Di masyarakat sendiri banyak pandangan yang beredar mengenai predikat mahasiswa saat ini. Pandangan tersebut muncul dari berbagai perspektif yang beragam. Masyarakat pedesaan misalnya, mereka sangat menilai tinggi seorang mahasiswa, mereka sangat menghormati dan menghargai seseorang dengan predikat mahasiswa. Mahasiswa dianggap memiliki status sosial tinggi dan diidentikan sebagai seseorang yang akan menjadi pegawai negeri, pekerja kantor dan lain sebagainya. Ketika seorang mahasiswa mendatangi suatu desa, biasanya mereka akan mendapatkan penjamuan dan penghormatan yang luar biasa dari masyarakatnya. Sedangkan, pada masyarakat kota biasanya mereka memandang mahasiswa sama seperti mereka memandang siswa pada umunya baik SMP maupun SMA yakni sebagai seorang pelajar yang sedang menempuh pendidikan, namun perbedaannya, mahasiswa dianggap lebih dewasa dan memiliki kematangan.

Ada pula yang mengatakan bahwa mahasiswa memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan peran mahasiswa yang telah disebutkan di atas yakni sebagai Social Control.

Mahasiswa pun dipandang sebagai seseorang yang dapat berperan sebagai penyalur aspirasi rakyat, hal ini dimulai dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat. Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu mensosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Mohamad Hatta, wakil presiden RI memberikan pandangannya terhadap sosok mahasiswa. Beliau mengatakan bahwa mahasiswa memiliki peran dalam membentuk manusia susila dan demokrat yang memiliki cirri-ciri:

1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat

2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan

3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat

Hal tersebut di atas merupakan hal yang berkaitan dengan peran mahasiswa di masyarakat yakni predikat yang melekat di diri mahasiswa yang kemudian menjadi penting adanya untuk disadari oleh mahasiswa itu sendiri agar kelak menjadi mahasiswa yang siap terjun dan mengabdi pada masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, untuk dapat memenuhi perannya dalam masyarakat sebagai salah satu aspek utama dan tak kalah penting adalah sosok mahasiswa sebagai Insan Akademika yang memiliki peranan intelektual. Inilah yang pada dasarnya menjadi tugas utama seorang mahasiswa. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu: memiliki sense of crisis, dan guardian of value. Dalam hal ini, insan akademis harus memiliki kepekaan dan sikap kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini..

Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan. Dalam hal tersebut, insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, hal ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai guardian of value (penjaga nilai), dimana mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat serta yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.

Ada banyak kontribusi yang dapat dilakukan mahasiswa untuk masyarakat. Namun demikian dalam hal ini mahasiswa sendiri harus sadar betul dengan fungsi dan peran utama mereka, yakni untuk bergelut dalam ilmu pengetahuan sebagai kontribusi utama mahasiswa terhadap masyarakat. Mahasiswa harus benar-benar menggunakan potensinya dalam menggali ilmu dan pengetahuan. Hal ini sangat penting berkaitan dengan persaingan yang semakin ketat di luar sana. Indonesia sesungguhnya membutuhkan individu-individu yang bukan hanya cakap namun juga cerdas. Mendasari semua hal yang dilakukannya atas dasar ilmu dan pengetahuan sehingga dapat mencapai Indonesia yang maju dan mampu bersaing di kancah dunia

Namun demikian, seberapa besar pun prestasi yang dimiliki oleh seorang mahasiswa tanpa kemampuan mengaplikasikannya, ilmu yang mereka miliki tersebut akan terasa percuma. Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang dosen Universitas Padjadjaran bahwa di masa kini untuk memasuki dunia kerja saja tidak bisa kita hanya mengandalkan angka yang tinggi pada indeks prestasi. Lebih daripada itu, pengalaman dalam berorganisasi merupakan satu syarat penting yang harus dimiliki oleh seorang lulusan perguruan tinggi. Banyak contoh membuktikan bahwa mereka, orang-orang yang sukses sebagai pemimpin, pengusaha, dan status sosial lainnya rata-rata dari mereka pasti pernah merasakan dinamika dalam berorganisasi, merasakan suka duka, susah senang, manis pahitnya berbagai hal dalam organisasi sehingga secara otomatis mereka akan terlatih untuk menjalankan organisasi dengan ruang lingkup yang jauh lebih besar, terlatih untuk menghadapi berbagai kesulitan dan mengubahnya menjadi tantangan, memiliki problem solving yang baik serta mampu bertahan dalam upaya dan usaha hingga mereka bisa meraih kesuksesan seperti saat ini.

Berkolerasi dengan kehidupan berorganisasi dalam dunia perkuliahan, menjadi protokoler adalah salah satu ajang dalam belajar berorganisasi. Dalam protokoler kita mempelajari bagaimana mengorganisasikan sebuah acara, mengelola dan mengatur kegiatan agar berjalan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Menjadi protokoler berarti kita pun akan belajar menghadapi banyak orang dan berhubungan dengan banyak pihak. Dalam hal ini artinya kita pun akan belajar untuk menjadi orang yang berani dan mampu berkomunikasi dengan baik. Ketika kita diharuskan untuk berhubungan dengan banyak pihak, maka kita akan bertemu dengan beragam karakter. Dalam hal ini misalnya, kita tidak bisa menuntut untuk tidak mau berhubungan dengan orang yang pendiam, acuh tak acuh atau orang yang tempramen dan pemarah sekalipun melainkan kita dengan segala sikap seorang protokoler harus mampu melakukan dan membangun komunikasi yang baik dengan banyak orang dan banyak karakter. Menjadi protokoler juga berarti mengajarkan kita untuk mampu mengambil keputusan dengan cepat namun cermat. Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang protokoler, tidak selamanya kita bisa mengacu pada aturan yang ada, namun lebih daripada itu, tindakan yang tegas dan cermat terkadang harus dilakukan oleh seorang protokoler takkala berada dalam suatu kondisi dan keadaan tertentu.

Dalam kegiatan protokoler seperti halnya dalam berorganisasi kita belajar untuk saling memahami perasaan orang lain, baik orang yang menjadi tamu kita maupun rekan kerja kita sendiri. Selain hal tersebut, saling menghormati dan menyayangi pun menjadi sikap yang perlu dijunjung dan diterapkan. Dengan sikap demikian maka akan tercipta iklim organisasi yang baik serta dan tugas yang diemban pun akan terasa lebih ringan.

Banyak hal keorganisasian yang dapat kita ambil dari kegiatan keprotokolan. Seperti yang kita ketahui bersama saat ini masih belum banyak universitas yang memiliki organisasi yang bergerak dibidang keprotokolan sehingga beruntunglah bagi universitas dengan unit kegiatan yang bergerak dibidang keprotokolan karena dengan adanya unit kegiatan mahasiswa yang bergerak dibidang keprotokolan, mahasiswa bukan hanya dapat belajar dari kegiatan keprotokolannya saja namun juga dari organisasi protokoler tersebut.

Tidak mudah memang menjalankan dua peran ini menjadi mahasiswa dan menjadi seorang protokoler. Namun, mengemban dua predikat ini sekaligus yakni mahasiswa protokoler memberikan nilai tambah tersendiri bagi mahasiswa tersebut. Kelebihan tersebut antara lain terletak pada kemampuan organisasi dan terbentukannya sikap mental dan prilaku serta pribadi protokoler dalam diri mahasiswa.

Sudah barang tentu terdapat perbedaan antara kepribadian mahasiswa pada umumnya dengan mahasiswa protokoler. Seorang mahasiswa protokoler akan memiliki pribadi yang lebih matang, dan berkarakter. Pribadi tersebut antara lain: Disiplin, Mahasiswa protokoler akan terbiasa dengan aturan-aturan yang berlaku sehingga menjadikan mereka pribadi yang disiplin, disiplin di sini bukan hanya disiplin terhadap peraturan namun juga terhadap waktu. Dalam kegiatan protokol waktu adalah sesuatu yang berharga. Keterlambatan dapat menjadi kesalahan yang fatal dalam suatu kegiatan keprotokolan, keterlambatan acara dapat mempengaruhi rangkaian acara selanjutnya sehingga penting bagi protokoler untuk berdisiplin terhadap waktu yang telah ditetapkan. Seorang mahasiswa protokoler yang terbiasa melakukan kegiatan-kegiatan keprotokolan akan lebih peka dan menghargai waktu.

Selain kedisiplinan yang akan menjadi kepribadian seorang mahasiswa protokoler keinginan untuk memberikan yang terbaik juga merupakan bagian dari kepribadian seorang protokoler. Dalam kegiatan keprotokolan, bekerja dengan ikhlas dan sepenuh hati adalah suatu kewajiban. Kepuasan semua pihak yang merupakan cerminan dari suksesnya acara adalah bagian dari keberhasilan seorang protokoler. Keinginan untuk melakukan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin selalu tertanam di jiwa seorang protokoler. Dalam keseharian keinginan untuk selalu memberikan yang terbaik ini juga sangat berguna, dengan memiliki mindset untuk selalu bisa memberikan yang terbaik untuk orang lain akan membuat diri kita terdorong untuk selalu berupaya keras dan memiliki semangat juang tinggi dalam segala hal.

Seorang protokoler cenderung sangat memerhatikan sesuatu hal sekecil apapun itu atau dengan kata lain detail terhadap banyak hal hingga hal yang sekecil sekalipun. Sikap tersebut pada akhirnya membiasakan seorang protokoler untuk teliti dalam segala hal. Dengan sikap seperti itu maka kesalahan-kesalahan yang memungkinkan terjadi, sekecil apapun itu, dapat diminimalisir adanya.

Kemampuan mengontrol diri dengan baik juga tertanam dalam diri seorang protokoler. Hal ini karena dalam segala situasi termasuk situasi yang buruk sekalipun seorang protokoler harus mampu melakukan kontrol diri yang baik, baik secara emosional maupun sikap dan prilaku. Demikian pula dalam keseharian kontrol diri ini sangat diperlukan.

Senang membangun hubungan baik dengan orang lain adalah salah satu ciri seorang protokoler. Kepada siapapun seorang protokoler tidak boleh segan untuk memberikan senyum terbaiknya. Membangun relasi yang baik dengan banyak orang bukan hanya berguna ketika dalam kegiatan keprotokolan saja namun juga di kehidupan sehari-hari.

Dan yang tidak kalah penting dari pribadi seorang protokoler adalah rasa percaya diri. Dalam berhubungan dengan orang lain, dibutuhkan rasa percaya diri yang tinggi. Seorang protokoler tidak boleh rendah diri melainkan rendah hati. Ketika berhadapan dengan siapapun seorang protokoler harus selalu tampil percaya diri. Rasa percaya diri ini kemudian akan memancarkan sikap diri yang positif dan menyenangkan.

Menjadi mahasiswa protokoler ternyata merupakan hal yang sangat menyenangkan, Memahami tata aturan dan hal lain berkaitan dengan keprotokolan sangatlah bermanfaat. Manfaat tersebut akan dapat dirasakan bukan hanya hari ini namun juga di masa depan kelak. Namun demikian, tak ada sesuatu yang luar biasa yang dihasilkan dari proses yang instan. Semua hal membutuhkan proses yang matang, dan proses tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Demikian pula dengan kepribadian protokoler, kepribadian ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu. Sikap positif dan karakter manusia organisasi yang baik akan terbentuk seiring bertambahnya pengalaman.

Bilbiografi

Undang-Undang tahun 2010.09.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Protokol

http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/protokoler-sejarah-protokol-dan.html

http://www.scribd.com/doc/21377897/Bahan-Ajar-Protokol

http://httparc.blogspot.com/2012/03/posisi-peran-fungsi-dan-kontribusi.html#!/2012/03/posisi-peran-fungsi-dan-kontribusi.html

http://unpaztoday.wordpress.com/akademik/mahasiswa/

http://pamuncar.blogspot.com/2012/06/definisi-peran-dan-fungsi-mahasiswa.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>